Dianggap Tak Bertanggungjawab, Pihak PPTQ Raihanun Mengaku Upaya Pencarian AK Sejak Awal Sudah Maksimal

Ketgam. Aksi Demontrasi Segel Pondok Pesantren Putri Darur Raihanun Desa Ambaipua. Senin, 15/7/2024.
Dengarkan Berita

BIKASMEDIA.COM, KONAWE SELATAN – Dianggap Tak Bertanggungjawab atas hiilangnya Agung Kurniawan (14), seorang santri di Pondok Pesantren Thafidzul Qur’an (PPTQ) Darur Raihanun Nahdatul Wathan, Desa Ambaipua, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) sekitar lima bulan lalu, pihak pondok mengaku Upaya Pencarian Sejak Awal Sudah Maksimal.

Kuasa hukum keluarga Agung Kurniawan, Tri Mandala P. Erindo, akan mengambil langkah hukum untuk menuntut keadilan. Termasuk mengadukan Pesantren dimaksud, ke Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), atas dugaan ketidakbertanggungjawaban Pesantren terhadap hilangnya Agung.

“Faktanya, hingga bulan kelima, tidak ada upaya dari pihak Pesantren untuk mencari Agung Kurniawan. Ini sangat miris ketika pihak Pesantren tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan sebagai lembaga pendidikan,” kata Tri Mandala P. Erindo.

Ia juga menegaskan, untuk meminta Kementerian Agama, agar menutup sementara Pesantren tersebut, hingga Agung Kurniawan ditemukan.

“Kami khawatir jika Pesantren itu tidak ditutup dan sistem belajar mengajar masih berlangsung, bisa saja ada korban-korban lain selain Agung Kurniawan yang mungkin turut hilang tanpa ada tanggung jawab dari pihak pesantren,” jelasnya.

Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Kantor kemenag Kab. Konawe Selatan, H Joko mengatakan baru menerima laporan kronologis resmi dari pondok pesantren pada 13 Juli kemarin.

“Mengenai kejadian di pondok, kami tidak setiap hari ada di Pondok, nanti setelah tanggal 13 Juli itu baru dikirimi surat dari Kanwil Kemenag Sultra,” ujarnya.

“Jadi justru saya dikirimi surat ditujukan ke Kemenag Konsel dari Pondok tersebut, tapi saya justru saya dapat suratnya dari Kanwil,” sambungnya.

Terkait kejadian itu, kata ia, sebelum sebelumnya tidak pernah memberi laporan ke Kantor Kemenag Konsel. “Nanti mengetahui kejadian pastinya setelah dikirim surat itu, karena sebelumnya saya berada di Makassar terkait jemaah haji,” imbuhnya.

Usai mendapat laporan tersebut, pihaknya langsung mengumpulkan semua aparaturnya guna melakukan tindak lanjut. “Baru tadi pagi ini saya rapat dengan teman – teman untuk mengambil langkah-langkah terkait kejadian itu,” ujarnya.

BACA JUGA :  Warga Kelurahan Bende Deklarasi Dukung AJP di Pilwali Kendari 2024

Pihaknya bakal menyurat untuk bertemu langsung pimpinan pondok pesantren tersebut. Kemudian bertemu dengan pihak orang tua, tokoh masyarakat dan kepala desa setempat untuk mengumpulkan informasi terkait kejadian sebenarnya.

“Kita bakal turun lapangan memastikan, mengumpulkan informasi secara seimbang sehingga informasi tidak hanya dari salah satu pihak,” jelasnya.

Sementara itu terkait penyegelan pondok pesantren, pihaknya mengaku memahami kondisi psikologis keluarga Agung Kurniawan.

“Kami mengerti itu bentuk kekecewaan orang tua, siapapun kalau anaknya hilang pasti kekecewaannya mendalam. Kami memahami itu,” kata H Joko.

Kendati demikian, dirinya berharap terkait penyegelan segera ada jalan keluar. Karena menyangkut lembaga pendidikan. “Karena yang perlu dimintai pertanggung jawaban ialah penanggung jawab pondok tersebut. Kami berharap lembaga pendidikannya tetap harus jalan, tapi jika ada masalah masalah hukum maka proses hukumnya juga tetap harus jalan,” harapnya.

Sementara itu, Dewan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Thafidzul Qur’an (PPTQ) Darur Raihanun Nahdatul Wathan, Ust Jamhuri Karim menerangkan, pihaknya dari awal sudah berupaya maksimal dalam mencari santri atas nama Agung Kurniawan tersebut dengan terlebih dahulu menghubungi pihak keluarga.

“Awalnya, santri itu habis dari pasar dengan salah seorang temannya, kemudian sesampainya di pondok, temannya itu mengajak masuk untuk mengikuti pengajian yang semntara berjalan, namun, kata Agung, dirinya menolak dengan mengatakan ‘nanti saja’, nah, semenjak itulah Agung tidak berada di pondok ini, ” Jelas Ust. Jamhuri

Kata Ia, pihaknya menganggap bahwa anak tersebut pulang ke rumah orang tuanya yang jaraknya tidak jauh dari pondok pesantren. Hal itu, sambung Ust Jamhuri, sering Ia lakukan tanpa izin menurut dari kesaksian teman-teman santrinya.

“Sehingga pembina pesantren menganggap dia pulang kerumahnya, kemudian keesokan harinya pihak kami menghubungi pihak keluarga yaitu ibunya dengan harapan si anak dapat kembali ke pondok, namun dari penyampaian orang tuanya anak itu tidak ada di rumahnya,” terangnya

Berselang hari itu juga tepatnya malam Rabu tangga 26 Februari, lanjut Ust. Jamhuri, Ibu santri tersebut datang bersama tiga orang petugas kepolisian sektor Ranomeeto untuk mencari keterangan lebih lanjut kepada pihak pondok pesantren.

BACA JUGA :  MENELISIK SENGKARUT NETRALITAS ASN DALAM PEMILU

“Semenjak itulah kami menyepakati dengan pihak pondok untuk mencari anak itu, hampir tiap malam saya keliling bersama pembina pondok sampai Kota Kendari, bahkan kami berbagi wilayah pada saat itu, yang paling jauh sampai di Konut, namun kami belum juga menemukan,”akunya pada media ini melalui sambungan telpon watsapp. Selasa, 16 Juli 2024.

Pihaknya mengaku sudah lebih dari satu kali dipanggil oleh Polsek setempat guna dimintai keterangan lebih lanjut bersama orang tua anak tersebut, dirinya juga telah melakukan jalur musyawarah dalam mencari titik temu sehingga persoalan itu dapat teratasi.

“Pihak kami, dua sampai tiga kali dilakukan pemeriksaan keterangan dari Polsek, pada saat itu sekali kita dipertemukan bersama Ibu si anak tersebut, sehingga sudah ada BAP nya di Polsek Ranomeeto. Tak cukup sampai disitu, para pembina di pondok kami lebih dari sekali untuk mengunjungi rumah ibu si anak, untuk berupaya melakukan musyawarah kekeluargaan” Terangnya.

Ditanya soal penyegelan pondok pesantren miliknya itu, dirinya mengaku sudah mengetahui informasi akan ada masa aksi demo dengan membawa tuntutannya. Pihaknya menduga, akan dilakukan dialog musyawarah terbuka, namun masa aksi usai berorasi langsung menyegel dan mencoret dinding pondok pesantren putri dengan mengenakan alat yang sudah disiapkan sebelumnya.

“Terus terang secara pribadi sangat sedih sekali dengan adanya penyegelan itu, karena hari-hari tempat anak-anak menghafal Al-quran diperlakukan seperti itu, sangat harulah, tapi kami tetap mengedepankan kesabaran agar tidak terjadi hal yang tidak kami inginkan,” Ucap Ust Jamhuri

Pasca penyegelan pondok pesantren tersebut, dirinya terus melakukan upaya untuk mencari petunjuk dari pihak Polsek setempat, Polda Sultra dan Kakanwil sekaligus memberikan keterangan lebih lanjut dari peristiwa tersebut.

“Kami masih menunggu perkembangan selanjutnya dari kasus ini, andaipun masuk ke ranah hukum kami akan tetap melakukan pembelaan terhadap pesantren ini,” tutup Ust Jamhuri Karim.

Penulis: BaemEditor: Redaksi
error: Content is protected !!